Semua orang accounting tahu ‘balance’ adalah kata
keramat, segalanya, tidak boleh ditawar-tawar, harga mati! Demikian
keramatnya sampai-sampai ada pemeo—diantara orang accounting
sendiri—yang menyebutkan:
Balance belum tentu benar, tetapi kalau tidak balance sudah pasti salah!”
Artinya, jika anda staf accounting maka saat tutup buku (di
akhir bulan/tahun) tidak boleh pulang sebelum ‘Neraca Saldo’ dalam
kondisi balance. Kalau perlu lembur sampai jam 11 malam! Sebab jika
belum balance bisa dipastikan buku anda mengandung kesalahan.
Dan jika anda seorang cash accountant, maka aturan yang sama
berlaku setiap sore hari (menjelang penutupan buku kas); tidak boleh
pulang sebelum rekonsiliasi kas menghasilkan saldo yang balance antara
fisik dengan buku (catatan). Sebab jika belum balance maka bisa
dipastikan ada yang “tidak beres” dengan Buku Kas anda.
Sifat keramat itu lah yang membuat ‘balance’ menjadi semacam ‘mantra ajaib’ berkekuatan magis. Bayangkan:
Anda akan merasakan kelegaan luar biasa begitu berhasil menemukan
‘biang kerok’ selisih yang sempat membuat buku tak balance berhari-hari.
Sariawan yang sempat mewabah (dan membuat seisi ruangan bisu) mendadak
sembuh begitu buku terlihat balance.
Malah ada yang bilang, nemu “balance” itu rasanya seperti:
- Nemu duit 1 milyar; atau
- Mendapat jawaban “I love you too” untuk pertamakalinya setelah 5 tahun kirim sms “I Love you” namun tak pernah dibalas.
Intinya: Anda belum bisa disebut orang accounting jika belum pernah pusing gara-gara urusan balance-atau-unbalance.
“Ah, biasa aja tuh. Saya nggak pernah dipusingkan oleh urusan balance, apalagi setelah pakai software akuntansi” kata admin Unyu.
Ya, saya sendiri juga sudah jarang dipusingkan oleh urusan
‘debit-credit’ balance yang lumrah dialami oleh pemula. Bukan tidak
samasekali, tapi jarang. Bukan karena software, tapi karena sudah
terbiasa saja—“wis kulino” kalau istilahnya Mas Wong.
“Tantangan utama belajar akuntansi, ya, membiasakan diri dengan debit-credit dan balance itu” kata Unyu.
Saya setuju dengan Unyu. Namun, seperti sudah sering saya
sampaikan, khususnya kepada rekan-rekan yang sudah cukup lama bekerja di
accounting, jangan merasa puas hanya karena sudah tidak dipusingkan
oleh urusan balance terkait jurnal-menjurnal dan laporan keuangan saja.
Sebab, semakin lama anda berkarir di wilayah akuntansi, semakin besar
tanggungjawab yang anda pikul, akan semakin banyak urusan balance
lainnya penting untuk dipahami.
Setidaknya ada 5 macam balance yang perlu dipahami oleh orang accounting, seperti saya tuliskan di bawah.
1. ‘Debit–Credit’ Balance
Seperti kata Mas Unyu, ‘debit-dan-kredit’ memang konsep balance yang
paling fundamental, thus wajib dikuasai oleh orang accounting. Dengan
kata lain, seseorang bisa dipastikan gagal belajar akuntansi bila tidak
paham konsep debit-credit balance ini.
Nah, bagaimana caranya memahami konsep debit-credit balance?
Pertama, anda pahami persamaan akuntansi berikut ini:
A = L + E
Dari struktur persamaan di atas jelas terlihat, A pada sisi Kiri
pasti selalu sama dengan ‘L + E’ di sisi Kanan. Dengan kata lain, A di
sisi Kiri selalu dalam kondisi seimbang (balance) dengan ‘L+E’ yang ada
di sisi Kanan. Thus, setiap perubahan pada A pasti diikuti oleh
perubahan pada L+E.
Contoh:
A = L + E
3 = 2 + 1
3 = 3 (Seimban alias balance)
Jika A di sisi kiri kita tambah dengan angka 1, maka L+E di sisi Kanan juga harus ditambah angka 1:
3+1 = 2 + 1 + 1
4 = 4 (Seimbang alias balance)
Atau, jika A di sisi kiri kita kurangi dengan angka 1, maka L+E di sisi kanan juga harus dikurangi 1, maka:
3-1 = 2+1-1
2 = 2 (Seimbang alias balance)
Doktrinnya:
Setiap perubahan di sisi KANAN mesti, kudu, harus, wajib, selalu,
always, disertai oleh perubahan sebesar yang sama di sisi KIRI, dan
sebaliknya, sehingga posisinya selalu seimbang (balance). Harus balance.
Balance. Dan balance. Jika tidak berarti salah!
Persamaan A=L+E yang selalu balance di atas mewakili kondisi ‘Laporan Posisi Keuangan’ (=Neraca) suatu perusahaan pada tanggal tertentu.
Bagaimana Akuntansi menerapkan konsep seimbang (balance) di atas?
Kembali ke persamaan,
A = L + E
Dimana:
- A = Aset = Kekayaan perusahaan yang wujudnya bisa jadi berupa Kas, Piutang, Persediaan, Tanah, Bangunan, Kendaraan, Mesin, Merk Dagang dan aset tak berwujud lainnya.
- L = Liabilitas = Kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang wujudnya bisa jadi Utang Jangka Pendek kepada supplier yang biasa disebut Utang Dagang, Utang Gaji, Utang Pajak, Utang Sewa, Utang Bunga dan Pokok Cicilan kepada Finance, Utang Jangka Panjang kepada Bank dan Lembaga Pemberi Pinjaman lainnya.
- E = Ekuitas (kadang disebut “Ekuitas Pemilik”) = Nilai bersih investasi dari para pemegang saham (setelah dikurangi kewajiban dan utang) yang berupa Modal Saham dan Laba Ditahan.
Maka:
Aset (A) = Liabilitas (L) + Ekuitas (E)
Dalam penerapannya, persamaan ini bisa dibaca:
- Aset perusahaan, sebagiannya merupakan hak kreditur (‘liabilitas’ dari sisi perusahaan) dan sebagiannya lagi merupakan hak dari pemegang saham (‘ekuitas’ dari sisi perusahaan); ATAU
- Aset Perusahaan, sebagiannya didanai dari Liabilitas (Kewajiban dan Utang) dan sebagiannya lagi dari Ekuitas (Penjualan saham)
Kedua deskripsi di atas mengandung pengertian yang sama, yakni:
“Jika semua aset perusahaan dijual (pada nilia pasar wajar) maka
hasil penjualannya sebagaian harus dibayarkan kepada kreditur (vendors,
suppliers, bank, lembaga pembiayaan, Ditjen Pajak, pegawai, dll) yang
memberi perusahaan pinjaman/utang, dan sisanya dibayarkan kepada para
pemegang saham yang menginvestasikan dananya pada perusahaan.”
Secara teknis, dalam menerapkan sistim double-entry,
anda harus memasukkan jurnal yang mencerminkan kondisi seimbang di
atas, pada setiap transaksi yang anda akui (catat) dalam operasional
perusahaan sehari-hari.
Misalnya:
Tgl 01/01/2015, para pemegang saham menyetorkan
modal sebesar Rp 2,000,000,000 ke dalam kas perusahaan, anda mencatat
transaksi tersebut dengan jurnal—yang debit dan kreditnya dalam kondisi
balance—sebagai berikut:
[Debit]. Kas = Rp 2,000,000,000 (Aset)
[Kredit]. Modal Saham= Rp 2,000,000,000 (Ekuitas)
Lalu, tgl 15/02/2015, perusahaan menerima pinjaman
tunai dari bank (untuk memperbesar dana operasional perusahaan) sebesar
Rp 1,000,000,000, maka anda mencatatnya dengan jurnal:
[Debit]. Kas = Rp 1,000,000,000 (Aset)
[Kredit]. Utang Bank = Rp 1,000,000,000 (Liabilitas)
Selanjutnya, tgl 30/03/2015, perusahaan mulai
membeli aktiva tetap berupa ‘Tanah dan Bangunan Kantor’ (untuk menunjang
operasional perusahaan) sebesar Rp 500,000,000, anda catat transaksi
tersebut dengan jurnal sbb:
[Debit]. Tanah dan Bangunan Kantor = Rp 500,000,000 (Aset)
[Kredit]. Kas = Rp 500,000,000 (Aset)
Tanggal 01/04/2015, perusahaan juga membeli
Kendaraan untuk menunjang operasional perusahaan senilai Rp 300,000,000,
maka transaksi tersebut anda catat dengan jurnal:
[Debit]. Kendaraan = Rp 300,000,000 (Aset)
[Kredit]. Kas = Rp 300,000,000 (Aset)
Berikutnya, Tgl 10/04/2015, perusahaan mulai membeli
Persediaan Barang Jadi (untuk dijual nantinya) senilai Rp 200,000,000
dengan cara berhutang pada Toko ABC, transaksi ini anda catat dengan
jurnal:
[Debit]. Persediaan = Rp 200,000,000 (Aset)
[Kredit]. Utang Toko ABC = Rp 200,000,000 (Liabilitas)
Demikian seterusnya, setiap transaksi yang anda akui dicatat dalam
format double-entry yang mencerminkaan kondisi seimbang sesuai dengan
persamaan akuntansi di atas.
Jika semua contoh transaksi di atas saya rangkum, jadinya sbb (tetap balance/seimbang):
Itu baru contoh transaksi yang melibatkan akun-akun Laporan Posisi
Keuangan (Neraca). Bagaimana dengan transaksi-transaksi yang melibatkan
akun-akun Laporan Laba/Rugi?
Kedua, pahami persamaan LABA/RUGI di bawah ini:
Laba/Rugi (tahun Berjalan) = Pendapatan – Biaya/Beban
Ketiga, pahami hubungan “Laporan Laba/Rugi” dengan “Laporan Posisi Keuangan” (=Neraca), sbb:
Ekuitas (di Neraca) = Modal Saham + Saldo Laba Ditahan – Dividend
Sementara,
Saldo Laba Ditahan = Akumulasi Laba Ditahan + Laba/Rugi (Tahun Berjalan)
Jika digambarkan dengan diagram debit-kredit, pola hubungan di atas akan nampak sbb:
Untuk benar-benar ahli di bidang akuntansi, anda perlu
mewujudkannya dalam perilaku hidup sehari-hari. Bayangkan semua kejadian
bisa anda terjemahkan ke dalam prinsip-prinsip dan cara kerja akuntansi.
- Saat berangkat ke kampus misalnya, bayangkan uang saku (dan semua pengorbanan orang tua) di sisi debit, lalu apa yang akan mengimbanginya di sisi kredit sehingga menjadi balance?
- Saat berharap kenaikan gaji,dari perusahaan, tempatkan angka kenaikan itu di sisi kredit buku anda, lalu apa yang bisa anda taruh di sisi debit sehingga balance thus fair bagi perusahaan?
- Saat pegawai/bawahan bekerja sedemikian keras hingga mengabaikan kehidupan sosialnya, tempatkan pengorbanan mereka di sisi kredit buku anda, lalu imbal balik apa yang bisa anda bisa berikan di sisi debit?
- Saat anak-anak selalu memaklumi kesibukan anda di kantor hingga jarang punya waktu untuk mereka, tempatkan pengertian mereka di sisi kredit buku anda, lalu apa yang bisa anda berikan di sisi debit?
Saat anda diberikan tubuh yang sehat, kehidupan yang tenang,
keluarga yang harmonis, rejeki yang cukup, sahabat yang peduli, tetangga
yang ramah, pacar/istri/suami yang setia, itu semua masuk ke sisi
kredit buku anda. Nah, kira-kira, apa yang akan anda masukkan ke sisi
debit? (Hint: sukur, banyak memberi dan melayani, mau
berbuat lebih, memuliakan dan menjaga kehormatan diri sendiri sekaligus
orang lain, setia pada kebenaran, dan selalu jujur.)
Sumber :
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2015/04/5-konsep-balance-yang-perlu-dikuasai-orang-accounting/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar